Asparagus,Komunitas Para lora dan Gus di Jember

Nongkrong-Nongkrong Sampai Main Futsal Ramai-Ramai

semua manusia dilahirkan sama.Seperti juga para anak kiai yang biasa dipanggil Lora atau Gus.Karena mereka ingin bergaul biasa sepeti anak lainnya,para Lora dan Gus di Jember Mendirikan Asparagus.Seperti apa?

RULLY EFENDI,
Jember


ADA yang lengkap mengenakan busana muslim.Pakai kopiah,baju koko,bahkan sarungan.Padahal,mereka sedang nongkrong di kafe.Sedangkan yang lain,berbaju santai pemuda umumnya.Tidak ada yang tahu jika mereka ternyata seorang Lora dan Gus.Apalagi mereka tidak memiliki bukti identitas tentang penyebutan itu.Hanya ketika pulang ke pondok pesantrennya masing-masing,mereka tidak bisa menolak dengan panggilan Lora dan Gus,karena masyarakat sudah terbiasa,menyebut Lora dan Gus pada anak kiai seperti mereka.Lora Fauzan Adhim,pria berkopiah putih itu putra pengasuh Ponpes Al Fauzan,ajung,Ayahandanya seorang kiai berdarah Madura.


Ajak Kwoang Ikut Kumpul-Kumpul


Sejak lahir pun,masyarakat sudah memberinya sebutan Lora."Kalau anak kiai Jawa,disebut Gus,"katanya memberi penjelasan singkat.Selain asal suku seorang kiai,sebenarnya tidak ada yang beda dengan penyebutan Lora dan Gus.Bahkan seperti disampaikan Gus Tata yang berbaju merah,di daerah lain putra kiai Sunda disebut Acep."Bahkan ada yang cukup dipanggil Mas atau Nun,"kata Gus asal Ponpes Al Fatah Talangsari.Gus Tata blak-blakan.Semisal disuruh memilih melepas sebutan Gus yang melekat sejak dia lahir,dia mengaku rela dengan senang hati.Sebab ada beban moril yang harus dia jaga setiap melangkah di kehidupan sehari-harinya.Belum lagi sikap jamaah yang memberlakukan seorang Gus.Ya.Sama juga yang dirasakan Gus Zaki.Putra Almarhum Gus Yus pengasuh Ponpes Darus Sholah,itu mengaku harus menjaga sikap sejak dia kecil.Memang tidak ada yang salah.Bahkan dia bersyukur.Namun apa pun itu,seorang Lora dan Gus tetap anak,remaja dan pemuda yang sama dengan lainnya.Terkadang perlakuan istimewa masyarakat kepada seorang Lora dan Gus,malah membuat mereka risih.Bahkan terkesan ada strata sosial yang berbeda.Padahal mereka tidak menginginkan itu."Apalagi kedudukan kita di mata allah kita sama,"ujarnya dengan nada bijak.Namun mau tidak mau,mereka tetap menjadi publik figur.Seorang yang menjadi panutan khalayak umum.Sehingga,solusi cerdas yang dinilai menjadi jalan tengahnya,para Lora dan Gus itu harus membentuk sebuah komunitas itu kami mengaktualisasikan  diri,"imbuh Gus Auda,salah seorang keluarga besar Ponpes Darus Sholah.Komunitas yang baru dibentuk itu mereka beri nama Aspirasi para Lora dan Gus(Asparagus).Sebuah komunitas yang unik.Karena tidak memiliki struktur organisasi.Ketua Asparagus pun tidak ada.Bahkan memang tidak akan pernah ada.Mereka beralasan,supaya tidak ada yang saling menonjol di lingkaran para Lora dan Gus tersebut."Dan kami pun tidak bakal mau terperangkap dalam kepentingan politik praktis,"tegas Gus Auda.Asparagus yang dibentuknya itu,membuat para Lora dan Gus semakin memiliki tempat bersosialisasi layaknya pemuda lainnya.Bukan hanya nongkrong di kafe,main futsal pun mereka gelar rame-rame."Gus juga ada yang bisa buat film,"tuturnya dengan nada bangga.Selain para Lora dan Gus,ternyata ada seorang yang begitu support pada Asparagus.Para Lora dan Gus menyebutnya Lora Cadangan.Tentu bukan dalam artian yang Karena ternyata, pria yang juga ikut aktif bersama para Lora dan Gus itu,ternyata bukan warga muslim.dia memiliki nama Andre.Para Lora dan Gus menyebutnya Kwoang.Pria yang duduk di sebelah kiri itu,sudah setahun terakhir ini berteman akrab dengan para Lora dan Gus di Jember."saya seperti menemukan keluarga kedua,"katanya.Kwoang,awal hanya mengenal Lora Fauzan.Pertemuannya pun di tempat nongkrong.Semakin akrab,Kwoang pun di ajak bergaul dengan Lora dan Gus lainnya di salah satu Ponpes."Awal saya menolak.Karena jujur,saya takut masuk pondok pesantren,"akunya.Ternyata ketakutan dia berubah menjadi kegemaran.sebab setelah bergaul dengan para Lora dan Gus,malah Kwoang yang aktif sowan dari ponpes satu ke ponpes lainnya.Bahkan,kwongan dikenal paling semangat menghadiri pengajian."Saya ingin para Lora dan Gus seperti Gusdur.Tidak membedakan umat Tuhan,"katanya.
Tentu,di kemudian hari tidak hanya Kwoang yang menjadi Lora Cadangan.karena Seperti misinya,menjaga tradisi menjalin silaturahmi,tidak hanya terbatas pada lingkungan pondok pesantren."Ya kami bituh sahabat yang lebih banyak lagi,"Harapnya.(rul/c1/hdi)

Sumber:Jawa Pos Radar Jember 23 September 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gus Fikri,dari Demonstran Jadi Pengasuh Pesantren

Mengintip kehidupan Caddy di Driving Range Tegalbesar