Muhammad Muslim SAg, Penceramah Muda Jember

Dijuluki Koko Lim Karena Aktivitasnya di Masjid Cheng Ho
Nama Muhammad Muslim tak asing lagi anak-anak muda, khususnya kalangan aktivis kampus. betapa tidak, selain terlibat di berbagai organisasi kemasyarakatan, Muslim panggilan akrabnya-juga dikenal sebagai juru dakwah di berbagai tempat.

 SHODIQ SYARIEF,jember

 MURAH senyum dan suka bergaul itulah penampilan sehari-hari Muslim, warga peremuhan Griya Mangli Indah Blok L No.5-6 kaliwates, jember ini. Hampir setiap berjumpa dengan kawannya, wajah Muslim selalu berseri, sekaligus enak di ajak bicara. Bahkan tidak jarang dia melontarkan guyonan segar, sehingga lawan bicaranya tak merasa canggung.' ini pembawaan saya mulai kecil," ujarnya, kepada jawa pos Radar jember, usai memberi pencerahan kepada maha siswa baru UIJ ( Universitas islam jember ), pekan baru. Pria kelahiran Beluk ares,Ambuten, Sumenep, Madura, 2 November 1975 ini sejak kecil di kenal superaktif dan cukup lincah dalam pergaulan. bahkan oleh kawan-kawan seusainya, Muslim kecil kerap di jadikan"tokoh" untuk menghadapi tantangan pergaulan. demikian juga di sekolah, sosok Muslim menjadi teladan siswa sekelasnya, karena prestasi akademiknya cukup bagus


Kerap Diprotes Anak karena jarang di Rumah

.Namun di balik kelebihannya semasa kecil itu, juga ada kesedihan yang di pendamnya. yakni, soal ekonomi keluarga, yang menyebabkan dia tak bisa melanjutkan ke sekolah umum yang dia impikan. bahkan meski sudah tamat SD, Muslim tak bisa langsung melanjutkan ke jenjang SMP, karena harus menunggu tamat sekolah diniyah setahun lagi. selama menunggu  setahun tamat diniyah, muslim harus membantu ayah-ibunya bekerja di sawah. Bukan itu saja. setelah menyelesaikan studi diniyahnya,teryata ayahnya, Muhammad junaidi, mengharuskan muslim pergi ke pondok di ponpes annuqayah, guluk-guluk, sumenep. suatu tempat yang tak pernah dia kenal, dan sangat jauh dari tempat tinggalnya. Padahal, keinginan Muslim adalah sekolah umum, yang kelak menjadi sarjana perguruan tinggi yang bisa masuk ke berbagai lembaga pemerintah maupun swasta. Namun setelah beberapa bulan di pondok, Muslim justru merasa enjoy dan tak ingin masuk sekolah umum. Malah di ponpes itulah bakat Muslim kian moncer, termasuk dunia tulis-menulis. Tak heran, beberapa saat kemudian, Muslim diminta membantu menulis dan mengelola majalah pesantren. "Sejak itu saya sudah bercita-cita ingin menjadi wartawan," tuturnya mengenang. Usai lulus Aliyah tahun 1996, kedua orang tuanya menginginkan Muslim tetap melanjutkan kuliah di pondok Annuqoyyah. Namun kali ini anak keempat dari lima bersaudara itu menolak keras, dan ngotot harus kuliah di IAIN(kini UIN) Sunan ampel, surabaya . Nah, di kampus inilah bakat dan kreativitas Muslim kian cermelang, terutama untuk mengembangkan hobi berorganisasi dan dunia jurnalistik. Selama menjadi mahasiswa IAIN surabaya, anak buruh tani tak menyia-nyiakan kesempatan untuk belajar apa saja, baik menyangkut akademis maupun ekstrakurikuler. Selain menjadi aktivis PMII (pergerakan Mahasiswa islam indonesia), Muslim juga aktif di senat, BEM (Badan Eksekitif Mahasiswa), sekaligus menjadi aktivis pers kampus. Di dunia jurnalistik, suami Ririn Atifatul Umam ini, pernah masuk jajaran Radar Madura (jawa Pos Group), Harian Bangsa, Surabya Pos, Radio Kiss FM, dan kini menangani berbagai media internal di kemeng Jember. Sedangkan hobi organisasinya, Muslim kini terlibat di 16 pengurus organisasi, lima diantaranya jadi ketua. Antara lain, ketua LTNU cabang jember, ikatan Alumni Annugoyah se Besuki (beranggotakan 6.000 orang lebih ). Pokja penyuluh Agama kemeng jember, kabid keagamaan IKA PMII, dan ketua litbang penyuluh agama jatim, selain itu, dia juga menjadi pengurus inti GP Ansor, Dewan Masjid, MUI, Laziz PWNU jatim, FKUB, persaudaraan Haji, dewan penasihat PWI (persatuan wartawan indonesia) jember, dan lain-lain. Yang tak kalah menariknya, ayah tiga puteri ini juga menjadi penceramah favorit di lapas jember, dan masjid Cheng Ho, Kaliwates. ini bisa dimaklumi karena dia mampu membawa dan menyampaikan pesan-pesan tausiahnya dengan santun dan sejuk. Bahkan, untuk aktivitasnya di Masjid Cheng Ho, dia dijuluki sebagai "koko Lim <" karena mampu membuat warga PITI (persatuan islam Tionghoa indonesia) Jember, menjadi tertarik mempelajari islam. Bagaimana cara membagi waktu keluarga? Muslim mengakui tidak mudah. yang jelas, untuk membaca Alquran anak-anaknya, dia selalu menyempatkan di rumah. Dia mengaku sering diprotes anak-anaknya, lantaran kerap keluar rumah. istrinya, Ririn, juga sebagai karyawati kantor kemenag jember." Bagaimana lagi. ini tugas dakwah, hobi, meski harus tetap memperhatikan keluarganya," jelasnya. Yang jelas, aktivis yang memiliki motto"kehidupan dan kenyamanan pada siapa pun tanpa menyakiti" itu, akan terus mengabdi dan berkarya untuk kepentingan umat dan bangsa. Dia tak bisa membanyangkan bagaimana bangganya kedua orang tua dan keluarga, setelah kini dirinya menjadi orang yang berguna untuk sesama." saya sangat berterima kasih. Dulu keluarga saya hanya dipandang sebelah mata, karena ekonomi,"kenangnya. (sh/c1/hdi)

Sumber:Jawa Pos Radar Jember 4 oktober 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gus Fikri,dari Demonstran Jadi Pengasuh Pesantren

Mengintip kehidupan Caddy di Driving Range Tegalbesar