Menengok kampung ojung di desa cakru kencong
Puas, meski Pemenang hanya dihadiahi kaus oblong pasaran
Melestarikan tradisi leluhur jadi tanggung jawab bersama. Tidak perlu menunggu kepedulian pemerintah. Seperti yang dilakukan warga di Desa cakru, kencong. Mereka rela patungan untuk menggelar tanding ojung.
RULLY EFENDI,jember
Mereka menyebutkan ojung. sebuah permainan tradisional yang konon juga ampuh untuk meminta hujan. banyak yang menyebutnya ritual. Dimainkan saat kemarau berkepanjangan. Namun kini, Ojung bukan hanya sebuah ritual. beralih menjadi hiburan tradisional, yang banyak digemari rakyat pinggiran. Di setiap bulan agustus, dusun krajan,desa cakru,kecamatan kencong, di pastikan selalu ada pertunjukan ojung. Tidak melihat musim. saat musim penghujan pun, ojung tampil di tengah perkampungan. " cara melestarikan tentu harus menghibur,"ujar ahmad subur, pria yang akrab disapa pak kampung krajan. Subur, bukan pendekar ojung. Dia tidak pernah tanding. Bahkan, perangkat desa cakru, itu mengaku takut main ojung. Tapi setiap tahunnya, dia selalu menjadi penggerak permainan ojung. Baginya, ojung sangat asyik untuk ditonton .
Rela Bayar urunan untuk Permainan Ojung
Ojung bagi subur, sebuah permainan yang sangat menjunjung sportivitas. Meski saling melukai lawannya, belum pernah dia temui para pendekar Ojung tengkar karena kalah main. "Tanding sengit hanya di atas panggung. Setelah turun, mereka berteman lagi," katanya dengan nada bangga.
Tidak ada yang paten dengan permainan Ojung. Semua peraturan di rembuk sebelum permainan diperdandingkan. Namun yang pasti, stick rotan sepanjang satu meteran, menjadi senjata dalam setiap pertandingan. Masing-masing pemain, dibekali rotan yang sudah disediakan panitia.
Meski sama-sama memegang senjata. Namun bukan berarti boleh saling pukul membabi buta. Sebab dalam permainan, para pendekar harus bergantian memukul. Pendekar satu memukul. Pendekar dua menangkisnya. Begitu seterusnya.
Pukulan juga menjadi bahan rembuk yang paling pertama. Bisa tiga kali pukul. Bahkan juga sampai lima pukulan. Semua kesepakatan antar pendekar yang mau tanding Ojung. "Begitu pula dengan lawan tanding. Penantang menawarkan diri, kemudian ada yang membeli tawarannya," jelas Subur
Penilaian pemenang juga sangat sederhana. Punggung pemain yang sudah melepas bajunya, diberi garis kitak spidol oleh panitia. Setiap pukulan yang mampu melukai punggung di dalam garis, maka wasit yang sekaligus bertindak menjadi juri, menghitungnya sebagai poin. Semakin banyak melukai punggung lawannya maka dia yang dipastikan menjadi juaranya.
Membuat Subur rutin menggelar Ojung di kampungnya, karena para pendekar Ojung tidak mata duitan.Meski luka lebam hingga berdarah di punggung, pemenang hanya dihadiahi kaos oblong pasaran .sementara yang kalah, tetap ikhlas meski luka di punggungnya lebih parah. Kata subur, di desa cakru ada sekitar 50-an pendekar ojung. Menurutnya, jumlah yang cukup banyak. Usainya beragam. Mulaidari 17 tahun hingga 60 tahunan lebih, ada menjadi pendekar ojung. sehingga tidak sulit baginya, menggelar pertunjukan ojung setiap saat. Bagi pendekar ojung, rasanya kurang greget jika tampil di panggung ojung harus melawan tetangga. Apalagi tampil di satu kampung. sehingga, mereka selalu mengundang lawan dari luar daerah. di cakru, lawan tanding setia mereka warga rampalan.Kecamatan kunir, kabupaten lumajang. " Kami ada tanding
, mereka pasti kami undang. sebaliknya demikian ," tuturnya. Setiap kali ada pertunjukan ojung di desa cakru, biaya kegiatan tidak pernah ditanggung satu orang. Meski ada kasun yang menjadi panitianya. karena hampir semua gemar ojung, kasun seperti membuat semacam arisan ojung," jadi setiap warga menyumbang sukarela. jika sudah terkumpul, baru ojung dimainkan," akunya . Subur dan warga desa cakru lainnya, berharap supaya peninggalan tradisi leluhurnya tersebut, bisa terus dilestarikan. sehingga , anak maupun cucunya , masih bisa menikmati permainan yang paling fair play yang pernah dia temui. terlebih, ada banyak nilai filosofis dalam permainan ojung tersebut.
(rul/c1/hdi )
Sumber: Jawa pos Radar Jember 7 Oktober 2016
Melestarikan tradisi leluhur jadi tanggung jawab bersama. Tidak perlu menunggu kepedulian pemerintah. Seperti yang dilakukan warga di Desa cakru, kencong. Mereka rela patungan untuk menggelar tanding ojung.
RULLY EFENDI,jember
Mereka menyebutkan ojung. sebuah permainan tradisional yang konon juga ampuh untuk meminta hujan. banyak yang menyebutnya ritual. Dimainkan saat kemarau berkepanjangan. Namun kini, Ojung bukan hanya sebuah ritual. beralih menjadi hiburan tradisional, yang banyak digemari rakyat pinggiran. Di setiap bulan agustus, dusun krajan,desa cakru,kecamatan kencong, di pastikan selalu ada pertunjukan ojung. Tidak melihat musim. saat musim penghujan pun, ojung tampil di tengah perkampungan. " cara melestarikan tentu harus menghibur,"ujar ahmad subur, pria yang akrab disapa pak kampung krajan. Subur, bukan pendekar ojung. Dia tidak pernah tanding. Bahkan, perangkat desa cakru, itu mengaku takut main ojung. Tapi setiap tahunnya, dia selalu menjadi penggerak permainan ojung. Baginya, ojung sangat asyik untuk ditonton .
Rela Bayar urunan untuk Permainan Ojung
Ojung bagi subur, sebuah permainan yang sangat menjunjung sportivitas. Meski saling melukai lawannya, belum pernah dia temui para pendekar Ojung tengkar karena kalah main. "Tanding sengit hanya di atas panggung. Setelah turun, mereka berteman lagi," katanya dengan nada bangga.
Tidak ada yang paten dengan permainan Ojung. Semua peraturan di rembuk sebelum permainan diperdandingkan. Namun yang pasti, stick rotan sepanjang satu meteran, menjadi senjata dalam setiap pertandingan. Masing-masing pemain, dibekali rotan yang sudah disediakan panitia.
Meski sama-sama memegang senjata. Namun bukan berarti boleh saling pukul membabi buta. Sebab dalam permainan, para pendekar harus bergantian memukul. Pendekar satu memukul. Pendekar dua menangkisnya. Begitu seterusnya.
Pukulan juga menjadi bahan rembuk yang paling pertama. Bisa tiga kali pukul. Bahkan juga sampai lima pukulan. Semua kesepakatan antar pendekar yang mau tanding Ojung. "Begitu pula dengan lawan tanding. Penantang menawarkan diri, kemudian ada yang membeli tawarannya," jelas Subur
Penilaian pemenang juga sangat sederhana. Punggung pemain yang sudah melepas bajunya, diberi garis kitak spidol oleh panitia. Setiap pukulan yang mampu melukai punggung di dalam garis, maka wasit yang sekaligus bertindak menjadi juri, menghitungnya sebagai poin. Semakin banyak melukai punggung lawannya maka dia yang dipastikan menjadi juaranya.
Membuat Subur rutin menggelar Ojung di kampungnya, karena para pendekar Ojung tidak mata duitan.Meski luka lebam hingga berdarah di punggung, pemenang hanya dihadiahi kaos oblong pasaran .sementara yang kalah, tetap ikhlas meski luka di punggungnya lebih parah. Kata subur, di desa cakru ada sekitar 50-an pendekar ojung. Menurutnya, jumlah yang cukup banyak. Usainya beragam. Mulaidari 17 tahun hingga 60 tahunan lebih, ada menjadi pendekar ojung. sehingga tidak sulit baginya, menggelar pertunjukan ojung setiap saat. Bagi pendekar ojung, rasanya kurang greget jika tampil di panggung ojung harus melawan tetangga. Apalagi tampil di satu kampung. sehingga, mereka selalu mengundang lawan dari luar daerah. di cakru, lawan tanding setia mereka warga rampalan.Kecamatan kunir, kabupaten lumajang. " Kami ada tanding
, mereka pasti kami undang. sebaliknya demikian ," tuturnya. Setiap kali ada pertunjukan ojung di desa cakru, biaya kegiatan tidak pernah ditanggung satu orang. Meski ada kasun yang menjadi panitianya. karena hampir semua gemar ojung, kasun seperti membuat semacam arisan ojung," jadi setiap warga menyumbang sukarela. jika sudah terkumpul, baru ojung dimainkan," akunya . Subur dan warga desa cakru lainnya, berharap supaya peninggalan tradisi leluhurnya tersebut, bisa terus dilestarikan. sehingga , anak maupun cucunya , masih bisa menikmati permainan yang paling fair play yang pernah dia temui. terlebih, ada banyak nilai filosofis dalam permainan ojung tersebut.
(rul/c1/hdi )
Sumber: Jawa pos Radar Jember 7 Oktober 2016
Komentar
Posting Komentar